Senin, 02 Januari 2012

SEJARAH FUTSAL



 Futsal dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani. Keunikan futsal mendapat perhatian di seluruh Amerika Selatan, terutamanya di Brasil. Ketrampilan yang dikembangkan dalam permainan ini dapat dilihat dalam gaya terkenal dunia yang diperlihatkan pemain-pemain Brasil di luar ruangan, pada lapangan berukuran biasa. Pele, bintang terkenal Brasil, contohnya, mengembangkan bakatnya di futsal. Sementara Brasil terus menjadi pusat futsal dunia, permainan ini sekarang dimainkan di bawah perlindungan Fédération Internationale de Football Association di seluruh dunia, dari Eropa hingga Amerika Tengah danAmerika Utara serta Afrika, Asia, dan Oseania.
Pertandingan internasional pertama diadakan pada tahun 1965, Paraguay menjuarai Piala Amerika Selatan pertama. Enam perebutan Piala Amerika Selatan berikutnya diselenggarakan hingga tahun 1979, dan semua gelaran juara disapu habis Brasil. Brasil meneruskan dominasinya dengan meraih Piala Pan Amerika pertama tahun 1980 dan memenangkannya lagi pada perebutan berikutnya tahun pd 1984.
Kejuaraan Dunia Futsal pertama diadakan atas bantuan FIFUSA (sebelum anggota-anggotanya bergabung dengan FIFA pada tahun 1989) diSao Paulo, Brasil, tahun 1982, berakhir dengan Brasil di posisi pertama. Brasil mengulangi kemenangannya di Kejuaraan Dunia kedua tahun 1985 di Spanyol, tetapi menderita kekalahan dari Paraguay dalam Kejuaraan Dunia ketiga tahun 1988 di Australia.
Pertandingan futsal internasional pertama diadakan di AS pada Desember 1985, di Universitas Negeri Sonoma di Rohnert Park, California. Futsal The Rule of The Game

Diposting oleh : m.vista nazar
Kelas   :2EA11
NPM   :14210444

Demokrasi Membutuhkan Ekonomi


PENDAPAT yang umum berlaku adalah bahwa negara miskin tidak akan berhasil mengembangkan demokrasi (India dapat dikatakan sebagai kekecualian). Tentu saja beberapa negara miskin berupaya untuk mengembangkan demokrasi, namun suatu negara yang mengembangkan demokrasi pada saat tingkat pembangunannya rendah hampir dapat dipastikan akan mengalami kegagalan.
Demokrasi untuk berkembang membutuhkan dukungan ekonomi. Bagi negara berkembang, seperti Indonesia, melakukan konsolidasi demokrasi yang sebenarnya (genuine democracy) merupakan tantangan terpenting dan sekaligus tersulit. Penjelasan sederhana dari keberhasilan konsolidasi di banyak negara adalah dicirikan oleh dukungan dari keberhasilan dalam pembangunan ekonomi. Bagi Indonesia yang sedang dalam tahapan konsolidasi demokrasi maka perkembangan ekonomi yang lebih baik dan lebih cepat akan mengarahkan kepada keberhasilan berjalannya demokrasi. Namun, sebaliknya, stagnasi ekonomi memastikan akan gagalnya demokrasi.
Studi yang komprehensif mengenai kaitan demokrasi dan perkembangan ekonomi dilakukan oleh Adam Przeworski dan Fernando Limongi. Mereka mempelajari perilaku setiap negara berkaitan dengan penerapan demokrasi dan tingkat perkembangan ekonominya (lebih tepatnya pendapatan per kapita) pada kurun waktu tahun 1950-1990. Dari perhitungan mereka, negara yang pendapatan per kapitanya di bawah 1.500 dollar AS, eksperimen demokrasinya hanya bertahan selama delapan tahun untuk kemudian mengalami kegagalan.
Pendapatan per kapita di sini dihitung menurut PPP (Purchasing Power Parity) yang disesuaikan dengan tingkat biaya hidup di negara yang bersangkutan. Pendapatan per kapita PPP ini lebih tinggi daripada pendapatan per kapita secara riil yang tidak memperhitungkan perbedaan tingkat harga dan daya beli di masing-masing negara. Untuk negara dengan pendapatan per kapita antara 1.500-3.000 dollar AS, eksperimen demokrasi bertahan rata-rata sekitar 18 tahun. Pendapatan per kapita di atas 6.000 dollar AS membuat proses demokrasi dapat bertahan. Sekali suatu negara menjadi negara kaya, maka demokrasi menjadi berkesinambungan.
Pendapatan per kapita Indonesia secara riil sekarang ini adalah sekitar 800 dollar AS dan menurut PPP sekitar 3.000 dollar AS. Di lihat dari sisi perkembangan ekonomi, Indonesia mempunyai peluang yang cukup baik, sekalipun masih cukup besar kemungkinan gagalnya, untuk terus dapat mengembangkan demokrasi. Proses perkembangan demokrasi di Indonesia telah berlangsung selama sekitar lima tahun. Jika perkembangan ekonomi lambat dengan pengangguran yang relatif tinggi dan cenderung meningkat seperti yang kita alami sekarang ini, maka menurut studi tersebut demokrasi di Indonesia kemungkinan hanya akan dapat bertahan sekitar dua sampai dengan tiga pemilihan umum lagi. Jika perkembangan ekonomi dapat lebih baik, sehingga pendapatan per kapita dapat menjadi dua kali lipatnya dalam satu dekade ke depan, maka kemungkinan demokrasi di Indonesia akan dapat berkembang secara berkesinambungan.
Dalam lima tahun pertama masa demokrasi di Indonesia, perekonomian Indonesia baru dalam tahap stabilitas belum dapat tumbuh tinggi, bahkan tingkat pendapatan per kapita belum kembali ke tingkat masa sebelum krisis. Proses pemulihan ekonomi yang lambat dan pengangguran yang meningkat membuat sebagian pemilih kecewa sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan perolehan suara PDI-P dalam pemilihan umum legislatif April yang lalu, dan Presiden Megawati hanya menduduki urutan kedua dalam pemilihan presiden putaran pertama, serta adanya keinginan bagi munculnya pemimpin baru sebagaimana ditunjukkan oleh cukup tingginya popularitas Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, jika pemerintahan baru nantinya tidak dapat memperbaiki perekonomian secara berarti dalam masa lima tahun ke depan, maka kekecewaan masyarakat bukan saja terhadap pemerintah, tetapi juga terhadap demokrasi akan meningkat dan akan mengancam keberlanjutan demokrasi. Stagnasi ekonomi dalam lima tahun ke depan bukan saja akan mengarahkan pemilih untuk mendapatkan pemimpin baru tetapi juga semakin menurunkan kepercayaan mereka terhadap proses demokrasi.
Untuk membuat pendapatan per kapita dua kali lipat dalam satu dekade ke depan tentu saja tidak mudah. Namun, jika presiden terpilih dapat membentuk kabinet (ekonomi) yang andal, yang dapat menstimulasi dan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi, maka perkembangan ekonomi akan dapat berjalan jauh lebih cepat. Perkembangan ekonomi sekarang ini di beberapa sektor, seperti bangunan, transportasi-telekomunikasi, perdagangan, keuangan, dan bahkan industri manufaktur sudah memperlihatkan peningkatan yang menggembirakan, sekalipun belum optimal, terutama untuk sektor manufaktur.
Sayang sekali pertumbuhan sektor pertambangan yang semestinya diuntungkan oleh tingginya harga minyak dan komoditas pertambangan justru mengalami pertumbuhan negatif. Begitu pula perkembangan sektor pertanian masih mengecewakan. Dari sisi pengeluaran, dalam kegiatan investasi dan ekspor masih harus dilakukan upaya ekstra untuk meningkatkan kinerjanya. Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif tidak saja membutuhkan langkah-langkah di bidang ekonomi, tetapi juga hukum dan kerja sama yang lebih baik dan probisnis antara pemerintah pusat dan daerah.
Kebijaksanaan moneter sudah berada di tangan Bank Indonesia yang independen, sehingga tidak terlalu mendapatkan tekanan politis baik dari eksekutif maupun legislatif untuk kepentingan tertentu yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Tinggal pilihan kebijaksanaan pemerintahan baru apakah akan mengarahkan kebijaksanaan fiskal yang lebih stimulatif, tentu saja dengan tetap memperhatikan kehati-hatian fiskal (fiscal prudentiality), atau tetap konservatif seperti sekarang ini. Mempertahankan kebijaksanaan fiskal yang konservatif berarti membutuhkan kompensasi dalam langkah-langkah berani dan tegas untuk mengatasi permasalahan struktural yang menghambat investasi, seperti hukum, ketenagakerjaan, dan kerja pemerintah daerah. Jika tidak, maka kebijaksanaan moneter dan fiskal yang netral seperti sekarang ini hanya akan menghasilkan pertumbuhan rendah dan pengangguran yang tinggi.

diposting oleh:
nama: m.vista nazar
kelas:2EA11
NPM:14210444

Pendidikan Mahal Di Indonesia



Pepatah barat kaum kapitalis menyebutkan  “tidak ada sarapan pagi yang gratis”. Tampaknya pepatah ini mulai digunakan oleh beberapa perguruan tinggi besar di Indonesia dalam menjalankan visi pendidikannya. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memasang tarif yang gila-gilaan, akibatnya sebagian besar orang tua dan anak anak lulusan SMA menjadi kelimpungan. Impian untuk dapat mengenyam pendidikan di PTN favorit seakan dihadang ranjau yang membahayakan masa depannya. Ada sebuah fenomena menarik dikalangan PTN besar dan favorit di Indonesia yang terkesan “money oriented”, hanya bersifat materialistis belaka, yang hanya dengan sebuah argumentasi bahwa subsidi dari pemerintah/negara untuk PTN minim sekali dan tidak dapat memenuhi kebutuhan PTN. PTN ini telah membuat kebijakan pembayaran uang kuliah yang sulit dijangkau masyarakat umum, tanpa mau berpikir panjang mencari sumber sumber dana alternatif selain “memeras” mahasiswanya. 

Pihak PTN berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Meski secara resmi pembukaan pasar bebas bidang pendidikan di Indonesia berlaku mulai tahun 2006 namun invasi pendidikan asing yang berimplikasi pada meningkatnya biaya pendidikan sudah lama terasa. Liberalisasi pendidikan terutama pada perguruan tinggi yang dipromosikan oleh WTO (World Trade Organization) sebetulnya dibungkus dengan sesuatu yang positip yakni agar lembaga pendidikan asing bisa memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia namun realitas dilapangan tidak sepenuhnya sesuai dengan cita cita awalnya. Prof. Dr. Sofian Effendi, Rektor UGM mengemukakan bahwa angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia pada tahun 2004 hanya 14%, jauh dibawah Malaysia dan Filipina yang sudah mencapai 38-40%. Memang sebuah angka partisipasi pendidikan yang masih dibawah standar. Dan dengan berbekal ini, pendidikan tinggi di Indonesia semakin mahal yang semakin menjauhkan masyarakat menengah ke bawah dengan keinginan untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri favorit yang murah.

diposting oleh:
nama: m.vista nazar
kelas: 2ea11
NPM: 14210444

Minggu, 01 Januari 2012

SEJARAH PERSATUAN SEPAK BOLA SELURUH INDONESIA(PSSI)


PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Sebagai organisasiolahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan. Apabila mau meneliti dan menganalisa lebih lanjut saat-saat sebelum, selama, dan sesudah kelahirannya hingga 5 tahun pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, terlihat jelas bahwa PSSI lahir dibidani oleh muatan politis, baik secara langsung maupun tidak, untuk menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia yang ikut bergabung.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi diHeckelenburgJerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan BelandaSizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di sana beliau merupakan satu-satunya orangIndonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan konstruksi besar itu. Akan tetapi, didorong oleh semangat nasionalisme yang tinggi, beliau kemudian memutuskan untuk mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari Sizten en LausadaSoeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermainsepak bola, beliau menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemudaIndonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di SoloYogyakarta, danBandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional. Selanjutnya, pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di BandungYogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Daslam HadiwasitoAmir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung Karno). Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi Muda Magelang.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/b8/Indonesia_FA.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Logo lama PSSI.
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ (Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB -Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Gatot), PSM - Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB - Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB -Madioensche Voetbal Bond (Kartodarmoedjo), IVBM - Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB - Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (Pamoedji). Dari pertemuan tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan dari Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam kongres PSSI di Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia sekaligus menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.